Top 10 JOESAFIRA blog dalam 7 hari ..


Apa itu Neobux? Klik Disini

Penaggulangan Tindak Pidana Pencurian Dalam Perspektif Islam
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM 

A. Pengertian Pidana dan Pencuri

Hukum pidana Islam adalah adalah merupakan terjemahan dari fiqh jinayah, fiqh jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindakan pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan orang-orang Mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban).
Hukum pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik didunia dan akhirat.

Pencuri adalah orang yang mengambil harta atau benda orang lain dengan jalan diam – diam dan diambil dari tempat penyimpanannya. Pengertian yang dimaksud ada beberapa perilaku yang serupa tetapi tidak sama dengan pencuri. Hal ini tidak ada salahnya bila dikemukakan yaitu

  1. Menipu. Menipu adalah mengambil hak orang lain secara licik sehingga orang lain menderita kerugian.
  2. Korupsi. Korupsi adalah mengambil hak orang lain baik perorangan atau masyarakat dengan menggunakan kewenangan atar jabatan dan kekuasaannya.
  3. Menyuap.Menyuap yaitu seseorang memberi sesuatu baik dalam bentuk barang atau uang maupun lainnya kepada orang lain agar pemberi memperoleh keuntungan baik material atau moril sedangkan pemberiannya itu ada pihak lain yang dirugikan.

Mencuri adalah sebagian dari dosa besar. Orang yang mencuri wajib dihukum yaitu dipotong tangannya. Apabila ia mencuri untuk yang pertama kalinya maka dipotong tangannya yang kanan (dari pergelangan tangan sampai telapak tangan) bila mencuri kedua kalinya di potong kaki kirinya (dari ruas tumit), mencuri yang ketiga dipotong tangannya yang kiri, dan yang keempat, dipotong kakinya yang kanan, kalau ia masih juga mencuri maka ia harus dipenjarakan sampai tobat.

a. Ruang Lingkup Hukum Pidana Islam

Ruang lingkup hukum pidana Islam meliputi pencurian , perzinahan, meminum khamar, membunuh dan melukai orang lain, merusak harta orang lain, dan kekacauan dan semacamnya berkaitan dengan hukum kepidanaan.

Hukum kepidanaan dimaksud disebut jarimah.Jarimah terbagi dua: Jarimah Hudud dan jarimah ta’zir. Kata hudud berasal dari bahasa arab adalah jamak dari kata had .Had secara harfiah ada beberapa kemungkinan arti antara lain batasan atau definisi, siksaan, ketentuan atau hukum. Had dalam pembahasan fiqih (hukum Islam) terbagi beberapa jenis dalam syariat Islam , yaitu rajam, jilid, atau dera, potong tangan, penjara atau kurungan seumur hidup, eksekusi bunuh, pengasingan atau deportasi, dan salib.

Namun ta’zir dalam pengertian istilah dalam hukum Islam adalah hukuman yang bersifat mendidik yang tidak mengharuskan pelakunya dikenai had dan tidak pula harus membayar kaffah atau diat. Jenis hukuman yang termasuk jarimah ta’zir adalah penjara, skorsing atau pemecatan, ganti rugi, pukulan, ganti rugi, teguran dengan kata-kata, dan jenis hukuman lain yang dipandang sesuai dengan pelanggaran dari pelakunya.

b. Dasar Sanksi Hukum Bagi Pencuri Dalam Al-Qur’an 

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 38

Artinya: “laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Dasar Sanksi Hukum Bagi Pencuri Dalam Al-Hadist

Selain dasar hukum yang bersumber dari Al-qur’an yang diungkapkan diatas juga dapat dilihat dari hadist Nabi Muhammad Saw. Diantaranya sebagai berikut.

Diriwayatkan dari Sayyidatina Aisyah ra. Katanya: Rasulullah saw memotong tangan seseorang yang mencuri harta yang senilai satu perempat dinar keatas.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. Katanya: Sesungguhnya Rasulullah saw pernah memotong tangan seorang pencuri yang mencuri sebuah perisai yang bernila sebanyak tiga dirham.

Garis hukum yang dapat dipahami dari ayat Al-Qur’an dan hadist diatas adalah sebagai berikut.
  1. Sanksi hukum bagi laki–laki dan perempuan yang mencuri adalah potong tangan sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
  2. Umat-umat terdahulu kalau ada orang mulia yang mencuri, mereka membiarkannya, tetapi apabila mereka dapati orang yang lemah diantara mereka yang mencuri, mereka akan dijatuhi hukuman ke atasnya. Demi Allah sekiranya Sayyidatina Fatimah binti Muhammad yang mencuri, niscaya aku yang akan memotong tangannya.
  3. Seorang pencuri tidak akan mencuri jika dia berada dalam keimanan yaitu iman yang sempurna.
  4. Rasulullah saw memotong tangan seorang yang mencuri harta senilai satu perempat dinar keatas.
  5. Rasulullah saw pernah memotong tangan seorang yang mencuri sebuah perisai yang bernilai sebanyak tiga dirham.
Persyaratan Hukum Potong Tangan Bagi Pencuri

Berdasarkan ayat Al-qur’an dan alhadist yang secara tegas mengungkapkan bahwa sanksi hukum terhadap pelanggaran pidana pencurian yaitu potong tangan denagn syarat sebagai berikut.
  1. Nilai harta yang dicuri jumlahnya mencapai satu nishab, yaitu kadar harta tertentu yang diterapkan sesuai dengan undang-undang.
  2. Barang curian itu dapat diperjual belikan.
  3. Barang atau uang yang dicuri bukan milik baitul mal.
  4. Pencuri usianya sudah dewasa.
  5. Perbuatan dilakukan atas kehendaknya bukan atas paksaan orang lain.
  6. Tidak dalam kondisi dilanda krisis ekonomi.
  7. Pencuri melakukan perbuatannya bukan karena untuk memenuhi kebutuhan pokok.
  8. Korban pencurian bukan orang tua dan bukan pula keluarga dekatnya(muhrim).
  9. Pencuri bukan pembantu korbannya. Jika pembantu rumah tangga mencuri perhiasan.
  10. Ketentuan potong tangan Apabila ia mencuri untuk yang pertama kalinya maka dipotong tangannya yang kanan (dari pergelangan tangan sampai telapak tangan) bila mencuri kedua kalinya di potong kaki kirinya (dari ruas tumit), mencuri yang ketiga dipotong tangannya yang kiri, dan yang keempat, dipotong kakinya yang kanan, kalau ia masih juga mencuri untuk kelima kalinya maka ia harus dipenjarakan sampai tobat dan dihukum mati.
  11. Ketentuan diatas tidak berlaku apabila orang yang mencuri harta bapaknya sendiri tidak dipotong tangannya begitu juga sebaliknya. Demikian pula bila salah seorang suami istri mencuri harta yang lain, orang miskin yang mencuri dari baitul mal dan sebagainya tidak dipotong.
c. Hikmah Atau Tujuan Hukuman Bagi Pencuri.

Salah satu yang dibanggakan oleh manusia adalah harta. Ajaran Islam bukan materialisme, melainkan Islam mengajarkan kepada umat Islam untuk berusaha sekuat tenaga sesuai kemampuan untuk mencari harta. Syariat Islam yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Muhammad Rasulullah SAW memuat seperangkat aturan dalam hal memperoleh harta. Memperoleh harta dengan cara yang haram seperti berbuat curang, merugikan orang lain, mencari keuntungan yang berlebihan,dan lain-lain harus dihindari oleh umat Islam.

Mengambil hak orang lain berarti merugikan sepihak. Ketentuan potong tangan bagi para pencuri, menunjukkan bahwa pencuri yang dikenai sanksi hukum potong tangan adalah pencuri yang professional, bukan pencuri iseng, atau bukan karena keterpaksaan. Sanksi potong tangan atas hukuman bagi pencuri bertujuan antara lain sebagai berikut.
  1. Tindakan preventif yaitu menakut-nakuti, agar tidak terjadi pencurian mengingat hukumannya yang berat.
  2. Membuat para pencuri timbul rasa jera, sehingga ia tidak melakukan untuk kali berikutnya.
  3. Menumbuhkan kesadaran kepada setiap orang agar menghargai dan menghormati hasil jerih payah orang lain.
  4. Menumbuhkan semangat produktivitas melalui persaingan sehat.
  5. Tidak berlaku hukum potong tangan terhadap pencuri yang melakukan tindak pidana pada musim paceklik, memberikan arahan agar para orang kaya melihat kondisi masyarakat, sehingga tidak hanya memikirkan diri sendiri. Dengan demikian kecemburuan sosial, yaitu penumpukan harta pada orang-orang tertentu dapat dihindari.
Selain ketentuan diatas tujuan hukum pada umumnya adalah menegakkan keadilan berdasarkan kemauan pencipta manusia sehingga terwujud ketertiban dan ketentraman masyarakat.

d. Unsur-unsur Hukum Pidana Islam

Untuk menentukan suatu hukuman terhadap suatu tindak pidana dalam hukum Islam, diperlukan unsur normatifdan moral sebagai berikut.
  1. Secara yuridis normative di satu aspek harus didasari oleh dalil. Aspek lainnya secara yuridis normative mempunyai unsure materil, yaitu sikap yang dinilai sebagai suatu pelanggaran terhadap sesuatu yang diperintah oleh Allah SWT.
  2. Unsur moral, yaitu kesanggupan seseorang untuk menerima sesuatu yang secara nyata mempunyai nilai yang dapat dipertanggung jawabkan.
Selain unsur-unsur pidana yang telah disebutkan perlu diungkapkan bahwa hukum pidana Islam dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
  1. Dari segi berat atau ringannya hukuman, maka hukum pidana Islam dapat dibedakan menjadi, (a) jarimah hudud, (b) jarimah qishash, dan (c) jarimah ta’zir.
  2. Dari segi unsure niat, ada dua jarimah yaitu, (a) yang disengaja, (b) dan yang tidak disengaja.
  3. Dari segi cara mengerjakan, ada dua jarimah yaitu, (a) yang positif, (b) dan yang negatif.
  4. Dri segi si korban, jarimah ada dua yaitu, (a) yang bersifat perorangan, (b) kelompok.
e. Ciri-ciri Hukum Islam

Berdasarkan ruang lingkup hukum Islam yang telah diuraikan dapat ditentukan ciri-cirinya sebagai berikut.
  1. Hukum Islam adalah bagian dan bersumber dari ajaran agama Islam.
  2. Hukum Islam mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dengan iman dan kesuliaan atau akhlak.
  3. Hukum Islam mempunyai istilah kunci, yaitu syariat.
B. Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Dalam Perspektif Islam
 
Penanggulangan tindak pidana pencurian dalam perspektif Islam dapat diwujudkan dengan tujuan yang terarah dan dapat memberikan kontribusi yang sesuai dalam ajaran agama dan aturan yang ada misalnya :
  1. Mengurangi pengangguran agar fikiran dari pada tuna karya ini tidak kebabblasan sampai pada akhirnya memutuskan untuk mencuri.
  2. Menambah lapangan pekerjaan yang layak sehingga dapat mengasilkan sesuatu misalnya uang atau yang lainya.
  3. Menumbuhkan semangat produktivitas melalui persaingan sehat.
  4. Menumbuhkan kesadaran kepada setiap orang agar menghargai dan menghormati hasil jerih payah orang lain.
  5. Memberikan arahan agar para orang kaya melihat kondisi masyarakat, sehingga tidak hanya memikirkan diri sendiri. Dengan demikian kecemburuan sosial, yaitu penumpukan harta pada orang-orang tertentu dapat dihindari.

DAFTAR PUSTAKA

Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam. PT. Sinar Baru Algensindo. Bandung : 1998

Ali, Zainudin. Hukum Pidana Islam. Sinar Grafika. Jakarta : 2007

Syarifudin, Amir. Fiqh Sunnah II. Logos Wacana Ilmu. Jakarta : 1999.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

thanks u

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39

Posting Komentar

Komentar anda sangat penting bagi kami, silahkan berkomentar sesuai dengan isi judul postingan. Komentar yang berbau sara atau pornografi akan kami hapus. Buatlah diri anda senyaman mungkin di blog kami. Terimakasih..!