A. Teologi Antroposentris
- Analisa bahasa. Bahasa dan istilah - istilah dalam teologi klasik adalah warisan nenek moyang dalam bidang teologi yang khas yang seolah - olah sudah menjadi doktrin yang tidak bisa diganggu gugat. Menurut Hanafi, istilah - istilah dalam teologi sebenarnya tidak hanya mengarah pada yang transenden dan ghaib, tetapi juga mengungkap tentang sifat-sifat dan metode keilmuan; yang empirik - rasional seperti iman, amal dan imamah, yang historis seperti nubuwah dan ada pula yang metafisik, seperti Tuhan dan akherat.
- Analisa realitas. Menurut Hanafi, analisa ini dilakukan untuk mengetahui latar belakang historis - sosiologis munculnya teologi dimasa lalu dan bagaimana pengaruhnya bagi kehidupan masyarakat atau para penganutnya. Selanjutnya, analisa realitas berguna untuk menentukan stressing bagi arah dan orentasi teologi kontemporer.
- Dialektika adalah metode pemikiran yang didasarkan atas asumsi bahwa perkembangan proses sejarah terjadi lewat konfrontasi dialektis dimana tesis melahirkan antitesis yang dari situ kemudian melahirkan syntesis. Hanafi menggunakan metode ini ketika, sebelumnya, menjelaskan tentang sejarah perkembangan pemikiran Islam. Juga ketika Hanafî berusaha untuk membumikan kalam yang dianggap melangit. Apa yang dilakukan Hanafi terhadap kalam klasik ini sama sebagaimana yang dilakukan Marx terhadap pemikiran Hegel. Menurut Marx, pemikiran Hegel berjalan di kepalanya, maka agar bisa berjalan normal ia harus dijalankan diatas kakinya. Artinya, kalam klasik yang terlalu theosentris harus dipindah menjadi persoalan ‘material’ agar bisa berjalan normal. Namun demikian, bukan berarti Hanafi terpengaruh atau mengikuti metode dialektika Hegel atau Marx. Hanafi menyangkal jika dikatakan bahwa ia terpengaruh atau menggunakan dialektika Hegel atau Marx. Menurutnya, apa yang dilakukan semata didasarkan dan diambil dari khazanah keilmuan dan realitas sosial muslim sendiri ; persoalan kaya - miskin, atasan - bawahan dan seterusnya yang kebetulan sama dengan konsep Hegel maupun Marx. Hanafi sendiri juga mengkritik secara tajam metode dialektika Marx yang dinilai gagal memberi arahan kepada kemanusiaan, karena akhirnya yang terjadi justru totalitarianisme. Disini mungkin ia terilhami oleh inspirator revolosi sosial Iran ; Ali Syariati, ketika dengan metode dialektikanya Syariati menyatakan bahwa manusia adalah syntesa antara ruh Tuhan ( tesa ) dan setan ( anti - tesa ).
- Fenomenologi adalah sebuah metode berfikir yang berusaha untuk mencari hakekat sebuat fenomena atau realitas. Untuk sampai pada tingkat tersebut, menurut Husserl ( 1859 - 1938) sang penggagas metode ini, peneliti harus melalui minamal dua tahapan penyaringan ( reduksi ) ; reduksi fenomenologi dan reduksi eidetis. Pada tahap pertama, atau yang disebut pula dengan metode apoche, peneliti menyaring atau memberi kurung terhadap fenomena - fenomena yang dihadapi. Peneliti mulai menyingkirkan persoalan - persoalan yang dianggap tidak merupakan hakekat dari objek yang dikaji. Tahap kedua, reduksi adetis, peneliti masuk lebih dalam lagi. Tidak hanya menyaring yang fenonemal tetapi menyaring intisarinya Hanafi menggunakan metode ini untuk mengalisa, memahami dan memetakan realitas - realitas sosial, politik ekonomi, realitas khazanah Islam dan realitas tantangan Barat, yang dari sana kemudian dibangun sebuah revolosi. ‘Sebagai bagian dari gerakan Islam di Mesir, saya tidak punya pilihan lain kecuali menggunakan metode fenomenologi untuk menganalisa Islam di Mesir’, katanya. Dengan metode ini, Hanafi ingin agar realitas Islam berbicara bagi dirinya sendiri ; bahwa Islam adalah Islam yang harus dilihat dari kacamata Islam sendiri, bukan dari Barat. Jika Barat dilihat dari kacamata Barat dan Islam juga dilihat dari Barat, akan terjadi ‘sungsang’, tidak tepat.
- Hermeneutik adalah sebuah cara penafsiran teks atau simbol. Metode ini mensyaratkan adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami, kemudian dibawa ke masa sekarang, yang aktivitas penafsirannya itu sendiri merupakan proses triadik ; mempunyai tiga segi yang saling berhubungan, yakni teks, penafsir atau perantara dan penyampaian kepada audiens. Orang yang melakukan penafsiran harus mengenal pesan atau kecondongan sebuah teks dan meresapi isinya, sehingga dari yang pada mulanya ‘yang lain’ menjadi ‘aku’ penafsir sendiri. Hanafi menggunakan metode hermaunetik untuk melandingkan gagasannya berupa antroposentrisme-teologis; dari wahyu kepada kenyataan, dari logos sampai praktis, dari pikiran Tuhan sampai manusia. Sebab, apa yang dimaksud dengan hermeneutik, bagi Hanafi, bukan sekedar ilmu interpretasi tetapi juga ilmu yang menjelaskan tentang pikiran Tuhan kepada tingkat dunia, dari yang sakral menjadi realitas sosial.Menurut AH. Ridwan, hermeneutik Hanafi dipengaruhi metode hermeneutik Bultmann. Akan tetapi, penulis tidak melihat signifikansi yang jelas antara Bultmann dengan hermeneutik Hanafi. Kelihatannya Hanafi menggunakan aturan hermeneutik secara umum yang bersifat triadic kemudian mengisinya dengan nuansa Islam sehingga menjadi khas Hanafian.
- 1.Wujûd. Menurut Hanafi, wujud disini tidak menjelaskan wujud Tuhan, karena Tuhan tidak memerlukan pengakuan. Tanpa manusia, Tuhan tetap wujud. Wujud disini berarti tajribah wujûdiyah pada manusia, tuntutan pada umat manusia untuk mampu menunjukkan eksistensi dirinya. Inilah yang dimaksud dalam sebuah syair, kematian bukanlah ketiadaan nyawa, kematian adalah ketidakmampun untuk menunjukkan eksistensi diri.
- 2.Qidâm (dahulu) berarti pengalaman kesejarahan yang mengacu pada akar - akar keberadaan manusia didalam sejarah. Qidam adalah modal pengalaman dan pengetahuan kesejarahan untuk digunakan dalam melihat realitas dan masa depan, sehingga tidak akan lagi terjatuh dalam kesesatan, taqlid dan kesalahan.
- 3.Baqa berarti kekal, pengalaman kemanusiaan yang muncul dari lawan sifat fana Berarti tuntutan pada manusia untuk membuat dirinya tidak cepat rusak atau fana, yang itu bisa dilakukan dengan cara memperbanyak melakukan hal - hal yang konstruktif ; dalam perbuatan maupun pemikiran, dan menjauhi tindakan - tindakan yang bisa mempercepat kerusakan di bumi. Jelasnya, baqa adalah ajaran pada manusia untuk menjaga senantiasa kelestarian lingkungan dan alam, juga ajaran agar manusia mampu meninggalkan karya - karya besar yang bersifat monumental.
- 4.Mukhâlafah li al-hawâdits ( berbeda dengan yang lain) dan qiyâm binafsih ( berdiri sendiri ), keduanya tuntunan agar umat manusia mampu menunjukkan eksistensinya secara mandiri dan berani tampil beda, tidak mengekor atau taqlid pada pemikiran dan budaya orang lain. Qiyam binafsih adalah deskripsi tentang titik pijak dan gerakan yang dilakukan secara terencana dan dengan penuh kesadaran untuk mencapai sebuah tujuan akhir, sesuai dengan segala potensi dan kemampuan diri. Kelima, wahdaniyah ( keesaan ), bukan merujuk pada keesaan Tuhan, pensucian Tuhan dari kegandaan (syirk) yang diarahkan pada faham trinitas maupun politheisme, tetapi lebih mengarah eksperimentasi kemanusiaan. Wahdaniah adalah pengalaman umum kemanusiaan tentang kesatuan; kesatauan tujuan, kesatuan kelas, kesatuan nasib, kesatuan tanah air, kesatuan ebudayaan dan kesatuan kemanusiaan.
- http://www.scribd.com/doc/4363495/Rekonstruksi-Teologi-Hasan-Hanafi
0 komentar:
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Posting Komentar
Komentar anda sangat penting bagi kami, silahkan berkomentar sesuai dengan isi judul postingan. Komentar yang berbau sara atau pornografi akan kami hapus. Buatlah diri anda senyaman mungkin di blog kami. Terimakasih..!